Ads 468x60px

Adnan. Friend Chita.!!!Featured Posts

Masih ada harapan sembuh bila pedang menusuk tubuh,,,kemana obat hendak di cari jika lisan menusuk hati

Minggu, 20 September 2015

MAKALAH MANAJEMEN LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM



Makalah Tokoh Pendidikan Islam

MAKALAH
MANAJEMEN LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM
TOKOH PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Lembaga Pendidikan Islam
Dosen pengampu : Drs.H.Sofwan Manaf .M.Si






Anggota:

Jamaludin Jafar Daulasi
                                                                                                 



JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM DARUNNAJAH






KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr. wb.
Alhamdulillah, tiada kata yang cukup untuk mengungkapkan rasa syukur, selain puja dan puji bagi Allah SWT. Sang penguasa hati dan kehidupan hamba-hamba-Nya. Dengan perkenan dari-Nya-lah kami sanggup menyelesaikan makalah tentang “Tokoh Pendidikan Islam Di Indonesia” ini dengan lancar.
Makalah ini disusun selain guna memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Lembaga Pendidikan Islam juga untuk memberikan tambahan wawasan kepada pembaca mengenai Tokoh Pendidikan Islam Di Indonesia. Sehingga menjadi bertambah pula pengetahuan tentang hal tersebut.
Sumbangan tulisan dan pemikiran dari teman-teman kelompok dalam penyusunan makalah ini adalah andil besar dalam terselesainya makalah Manajemen Lembaga Pendidikan Islam ini. Untuk itu ucapan terimakasih kami persembahkan kepada teman-teman atas segala pemikirannya.
Pekerjaan BESAR adalah pekerjaan kecil yang dilakukan dengan CINTA yang BESAR.

Serang,            16 Mei 2013

Penulis


BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Dalam mengenal tokoh-tokoh pendidikan islam di Indonesia, maka kita akan mengenal beberapa nama tokoh yang terkenal. Diantara  para tokoh tersebut, sangat andil besar dalam memperbaharui konsep dan sistem pendidikan di Indonesia khususnya mengenai pendidikan Islam. Diantara mereka, ada yang merubah atau mengabungkan konsep pendidikan Kolonial Belanda (modern) dengan konsep pendidikan pesantren (tradisional), dimana menambahkan mata pelajaran yang tidak hanya pelajaran agama saja, tetapi juga mata pelajaran umum.


B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Mengetahui Biografi Para Tokoh Pendidikan Islam Di Indonesia
2.      Mengetahui Pemikiran Pendidikan Islam menurut Tokoh
3.      Mengetahui dobrakan pendidikan Islam
4.      Mengetahui hal-hal yang bermanfaat dari tokoh dan yayasan atau lembaga yang didirikannya atu dipimpinnya.


C.     TUJUAN
1.      Untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Lembaga Pendidikan Islam
2.      Menambah wawasan penulis dan pembaca mengenai Tokoh Pendidikan Islam Di Indonesia.
3.      Memahami hal-hal yang berkaitan tentang hal manfaat tokoh dalam kehidupan umat Islam sekarang ini.

























BAB II
PEMBAHASAN
TOKOH PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA

A.    Ahmad Dahlan
1.      Biografi Ahmad Dahlan (1869-1923)
Ahmad Dahlan dilahirkan di Yogyakarta pada tahun 1869 M dengan nama kecilnya Muhammad Darwis, putra dari K.H Abu Bakar Bin Kyai Sulaiman, khatib di Masjid besar (Jami’) kesultanan Yogyakarta. Ibunya adalah putri Haji Ibrahim, seorang penghulu. Setelah beliau menamatkan pendidikan dasarnya di suatu Madrasah dalam bidang Nahwu, Fiqih dan Tafsir di Yogyakarta, beliau pergi ke Makkah pada tahun 1890 dan beliau menuntut ilmu disana selama satu tahun. Sekitar tahun 1903 beliau mengunjungi kembali ke Makkah dan kemudian menetap di sana 2 tahun.
Beliau adalah seorang yang alim luas ilmu pengetahuanya dan tiada jemu-jemunya beliau menambah ilmu dan pengalamanya. Dimana saja ada kesempatan sambil menambah atau mencocokan ilmu yang telah diperolehnya. Observation lembaga pernah beliau datangi untuk mencocokan tentang ilmu hisab. Beliau ada keahlian dalam ilmu itu. Perantauanya keluar pulau jawa pernah sampai ke Medan. Pondok pesantren yang besar-besar di Jawa pada waktu itu banyak dikunjungi.
Cita-cita K.H Ahmad Dahlan sebagai seorang ulama adalah tegas, beliau hendak memperbaiki masyarakat Indonesia berlandaskan cita-cita agama Islam. Usaha-usahanya ditujukan hidup beragama, keyakinan beliau ialah bahwa untuk membangun masyarakat bangsa harus terlebih dahulu dibangun semangat bangsa. Ahmad Dahlan meninggal pada Tahun 1923 M, tanggal 23 Februari dalam usia 55 Tahun dengan meninggalkan sebuah organisasi Islam yang cukup besar dan di segani karena ketegaranya.

2.      Pemikiran Pendidikan Ahmad Dahlan
Beliau mengatakan, upaya strategis untuk menyelamatkan umat islam dari berpikir statis menuju pemikiran yang dinamis adalah melalui pendidikan. Umat islam dididik agar cerdas, kritis, dan memiliki daya analisis yang tajam dalam membaca dinamika kehidupan yang akan datang. Adapun kunci bagi kemajuan umat islam adalah kembali pada Al-Qur’an dan hadits, mengarahkan umat islam pada pemahaman ajaran islam yang komprehensif dan menguasai berbagai disiplin ilmu pengetahuan.
Pendidikan islam hendaknya menjadi media dan mampu mengembangkan al-ruh dan al-akal. Hal ini disebabkan di alam ini ada dua dimensi yaitu dimensi fisika dan metafisika. Manusia adalah integrasi dari dua dimensi yaitu dimensi ruh dan jasad. Maka aktivitas pendidikan harus mampu mengembangkan dimensi tersebut. Dan perlunya pengkajian ilmu pengetahuan secara langsung sesuai prinsip-prinsip Al-Qur’an dan Hadits.

Ahmad Dahlan melihat bahwa problem epistimologi pendidikan islam tradisional disebabkan karena ideologi ilmiahnya terbatas pada dimensi religius yang membatasi pada pengkajian kitab-kitab  klasik, khususnya dalam madzhab syafi’i. Sikap ilmiah yang demikian mengakibatkan umat islam tidak mampu menganalisa ilmu pengetahuan secara kritis sehingga kurang mampu berkompetisi secara produktif dan kreatif terhadap perkembangan peradaban kekinian.





Menurut Ahmad Dahlan, pendidikan islam hendaknya diarahkan untuk membentuk manusia muslim yang berbudi pekerti luhur, alim dalam agama, luas pandangan dan paham masalah ilmu keduniaan, serta bersedia berjuang demi kemajuan masyarakatnya. Untuk mencapai tujuan ini, hendaknya pendidikan islam mengakomodasi berbagai ilmu pengetahuan, baik umum maupun agama, untuk mempertajam intelektualitas dan memperkokoh spiritualitas peserta didik. Upaya ini akan terwujud jika proses pendidikan bersifat integral dan epistimologi. Islam hendaknya dijadikan landasan metodologis dalam kurikulum dan bentuk pendidikan yang dilaksanakan. Menurut Ahmad Dahlan, materi pendidikan adalah pengajaran Al-Qur’an dan hadits, membaca, menulis, berhitung, ilmu bumi, dan menggambar. Sistem pendidikan yang dipakai beliau adalah klasikal, beliau ingin menggabungkan sistem pendidikan kolonial Belanda dengan sistem pendidikan tradisional (pesantren) secara integral.
Materi Al-Qur’an dan hadits yaitu ibadah, persamaan derajat, fungsi perbuatan manusia dalam menentukan nasibnya, musyawarah, pembuktian kebenaran Al-Qur’an dan hadits menurut akal, kerjasama antara agama-kebudayaan, kemajuan peradaban, hukum kausalitas perubahan, nafsu dan kehendak, demokratisasi dan liberalisasi, kebebasan berpikir, dinamika kehidupan dan peranannya, dan akhlak. Komitmen Ahmad Dahlan terhadap pendidikan agama adalah sangat kuat. Maka dari itu, beliau masuk orgnasisasi Budi Oetomo pada tahun 1909, agar mendapatkan peluang mengajarkan pendidikan agama kepada para anggotanya. Komitmen terhadap pendidikan selanjutnya menjadi salah satu ciri khas organisasi yang didirikannya pada tahun 1912 yaitu Muhammadiyah.
Pandangan Ahmad Dahlan dalam pendidikan dapat dilihat dalam kegiatan pendidikan yang dilaksanakan oleh Muhammadiyah. Dalam bidang pendidikan Muhammadiyah melanjutkan model sekolah yang digabungkan dengan sistem pendidikan gubernemen. Disamping itu, Muhammadiyah mendirikan sekolah yang agamis yaitu madrasah diniyah di Minangkabau untuk memperbaiki pengajian Al-Qur’an yang tradisional. Pada tanggal 8 Desember 1921, Muhammadiyah  mendirikan pondok Muhammadiyah sebagai sekolah pendidikan guru agama. Dalam sekolah tersebut pelajaran umum diberikan oleh dua orang guru dari sekolah pendidikan guru (kweekschool), sedangkan ahmad dahlan dan beberapa orang lainnya memberikan pelajaran agama yang lebih mendalam.
Muhammadiyah  berhasil melanjutkan model pembaruan pendidikan dikarenakan lingkungan sosial yang dihadapi adalah terbatas pada pegawai, guru maupun pedagang. Kelompok ini banyak menguasai perusahaan percetakan yang secara ekonomis sangat penting di masyarakat. Oleh karena itu, Muhammadiyah dengan model pendidikan barat ditambah dengan pendidikan agama, mendapatkan hasil yang baik dalam kalangan ini. Diantara sekolah-sekolah yang tertua dan besar yaitu:
a.       Kweekschool Muhammadiyah, di Yogyakarta
b.      Mu’allimin Muhammadiyah, di Solo, Yogyakarta dan Jakarta
c.       Zu’ama/Za’imat di Yogyakarta
d.      Kulliyah Muballigh/Muballigat di Padang Panjang Sumatera Tengah
e.       Tabligh School di Yogyakarta.
3.      Gebrakan Ahmad Dahlan
a.       Pembaharuan di bidang lembaga pendidikan, yang semula sistem pesantren menjadi sistem sekolah.
b.      Beliau memasukkan pelajaran umum ke sekolah-sekolah agama atau madrasah.
c.       Perubahan pada metode pengajaran sosrogan menjadi metode yang bervariasi.
d.      Dengan organisasi Muhammadiyah, beliau berhasil mengembangkan lembaga pendidikan yang lebih bervariasi dan manajemen yang modern.[1][1]
B.     Hasyim Asy’ari
1.      Biografi Hasyim Asy’ari (1881-1947)
Hasyim Asy’ari dilahirkan pada tanggal 14 Februari tahun 1881 M di Jombang Jawa Timur mula-mula beliau belajar agama Islam pada ayahnya sendiri K.H Asy’ari, kemudian beliau belajar di pondok pesantren di Purbolinggo. Setelah itu, pindah lagi ke Plangitan, Semarang, Madura dan lainnya. Sewaktu beliau belajar di Siwalayan Panji (Sidoarjo) pada tahun 1891, K.H Ya’kub yang mengajarnya tertarik pada tingkahlakunya yang baik dan sopan santunya yang halus, sehingga ingin mengambilnya sebagai menantu. Dan akhirnya beliau dinikahkan dengan putri kyainya itu yang bernama Khadijah (Tahun 1892). Tidak lama kemudian beliau pergi ke Makkah bersama istrinya untuk menunaikan ibadah haji dan bermukim selama setahun, tetapi istrinya meninggal di sana.
Pada kunjungannya yang kedua ke Makkah, beliau bermukim selama delapan tahun untuk menuntut ilmu agama Islam dan bahasa arab. Sepulang dari Makkah, beliau mendirikan pesantren Tebuireng di Jombang Jawa Timur pada tanggal 26 Rabiul awal tahun 1899 M.
Jasa K.H Hasim Asya’ari selain dari pada mengembangkan ilmu di pesantren Tebuireng adalah keikut sertaanya mendirikan organisasi Nahdatul Ulama (NU), bahkan beliau sebagai Syekul Akbar dalam perkumpulan ulama terbesar di Indonesia. Sebagai ulama beliau hidup dengan tidak mengharapkan sedekah dan belas kasihan orang. Tetapi beliau mempunyai sandaran hidup sendiri yaitu beberapa bidang sawah, hasil peninggalanya. Beliau seorang salih sungguh beribadah, taat dan rendah hati. Beliau tidak ingin pangkat dan jabatan, baik di zaman Belanda atau di zaman Jepang. Kerap kali beliau deberi pangkat dan jabatan, tetapi beliau menolaknya dengan bijaksana.
Banyak alumni Tebuireng yang bertebaran di seluruh Indonesia, menjadi Kyai dan guru-guru agama yang masyhur dan ada diantra mereka yang memegang peranan penting dalam pemerintahan Republik Indonesia, seperti menteri agama dan lain-lain. K.H Asy’ari wafat pada tanggal 25 Juli 1947 M dengan meninggalkan sebuah peninggalan yang monumental berupa pondok pesantren Tebuireng yang tertua dan terbesar untuk kawasan Jawa Timur dan yang telah mengilhami para alumninya untuk mengembangkanya di daerah-daerah lain walaupun dengan menggunakan nama lain bagi pesantren-pesantren yang mereka dirikan.
2.      Pemikiran pendidikan islam Hasyim Asy’ari
Diantara karya K.H. Hasyim Asy’ari yang sangat monumental yaitu kitab “adab al-alim wa al- muta’alim fima yahtaj ilah al-muta’allim fi ahuwal ta’allum  wa ma yataqaff al-muta’allim fi maqamat ta’limih” yang dicetak pertama kali pada tahun 1451 H. Kitab tersebut terdiri dari 8 bab, yaitu keutamaan ilmu serta keutamaan mengajar, etika yang harus diperhatikan dalam belajar mengajar, etika seorang murid terhadap guru, etika murid terhadap pelajaran, etika yang harus dipedomani oleh guru, etika guru ketika akan mengajar, etika guru terhadap murid-muridnya dan etika terhadap buku. Dari 8 bab dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu:
a.       Signifikasi pendidikan
Berkaitan dengan pendidikan, di dalam kitab tersebut beliau banyak mengutip ayat-ayat Al-Qur’an yang menjelaskan keutamaan ilmu dan orang yang berilmu. Dan dalam pembahasan bab pertama dilengkapi dengan berbagai hadits Nabi dan pendapat berbagai ulama’. Diantara isinya yaitu tentang tujuan ilmu pengetahuan adalah mengamalkannya, maksudnya agar ilmu yang dimiliki menghasilkan manfaat sebagai bekal di kehidupan akhherat, syariat mewajibkan menuntut ilmu dan memperoleh pahala yang besar, ilmu merupakan sifat yang menjadikan jelas identitas pemiliknya, bertauhid itu harus mempunyai iman. Maka barang siapa beriman maka ia harus bertauhid. Keimanan mewajibkan adanya syariat, sehingga orang yang tidak menjalankan syariat maka berarti ia tidak beriman dan bertauhid. Sementara orang yang bersyariat harus  beradab. Dengan demikian beradab berarti ia juga bertauhid, beriman dan bersyariat.
Dua hal yang harus diperhatikan dalam menuntut ilmu, yaitu pertama bagi murid hendaknya berniat suci, jangan sekali-kali berniat untuk hal-hal duniawi, jangan melecehkan dan menyepelekannya. Kedua, bagi guru dalam mengajarkan ilmunya meluruskan niat, tidak mengharapkan materi semata-mata. Dalam penjelasannya tidak ada definisi khusus tentang belajar. Tetapi yang menjadi titik tekan pengertian belajar adalah ibadah mencari ridha Allah yang mengantarkan seseorang untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. Belajar harus diniatkan untuk mengembangkan dan melestarikan nilai-nilai islam, bukan hanya sekedar menghilangkan kebodohan.[2][2]
b.      Tugas dan tanggung jawab murid
1)      Etika yang harus diperhatikan dalam belajar
Etika dalam belajar yaitu membersihkan hati dari keduniawian, membersihkan niat, tidak menunda-nunda kesempatan belajar.
2)      Etika seorang murid terhadap guru
Etika seorang murid terhadap guru yaitu memperhatikan dan mendengarkan apa yang disampaikan oleh guru, memilih guru yang wara’ dan profesional, mengikuti jejak-jejak guru, memuliakan guru dan lain sebagainya.
3)      Etika murid terhadap pelajaran
Etika murid terhadap pelajaran yaitu memperhatikan ilmu yang fardhu ‘ain, mempelajari ilmu-ilmu yang mendukung ilmu fardhu ‘ain, berhati-hati dalam menanggapi ikhtilaf ulama’, mendiskusikan dan menyetorkan hasilnya kepada orang yang dipercaya, menganlisa dan menyimak ilmu, mempunyai cita-cita tinggi dan lain sebagainya.
c.       Tugas dan tanggung jawab guru
1)      Etika seorang guru
Etika yang harus dimiliki seorang guru antara lain: selalu mendekatkan diri kepada Allah,  takut kepada Allah, bersikap tenang, wara’, khusyu’, mengadukan persoalan kepada Allah, tidak menggunakan untuk meraih keduniawian semata, zuhud, menghindari hal-hal yang rendah, menghindari tempat-tempat yang kotor dan tempat ma’siyat, mengamalkan sunnah Nabi, bersikap ramah, ceria, suka menebarkan salam, semangat menambah ilmu pengetahuan, tidak sombong, membiasakan diri menulis, mengarang dan meringkas.
2)      Etika guru dalam mengajar
Etika guru ketika mengajar yaitu mensucikan diri dari hadts dan kotoran, berpakaian rapi, sopan dan berbau wangi, berniat ibadah, menyampaikan perintah Allah, selalu membaca untuk menambah ilmu pengetahuan, dan sebagainya.
3)      Etika terhadap buku, alat pelajaran dan hal-hal yang berkaitan dengannya.
Etika terhadap pelajaran yaitu berusaha memiliki buku yang diajarkan, merelakan dan mengizinkan apabila ada teman yang pinjam, meletakkan buku pelajaran di tempat yang terhormat,  memeriksa dahulu ketika membeli atau meminjam buku, bila menyalin buku pelajaran syari’ah  hendaknya bersuci dahulu dan mengawalinya dengan basmalah.




3.      Gebrakan Hasyim Asy’ari
a.       Mendirikan pesantren Tebuireng
b.      Mendirikan madrasah Salafiyah sebagai tangga untuk memasuki tingkat menengah pesantren Tebuireng
c.       Memasukkan pengetahuan umum, seperti:
1)      Membaca dan menulis huruf latin
2)      Mempelajari Bahasa Indonesia
3)      Mempelajari ilmu bumi dan sejarah Indonesia
4)      Mempelajari ilmu hitung.[3][3]
C.     Mahmud Yunus
1.      Biografi Mahmud Yunus
Mahmud Yunus lahir di Batusangkar, Sumatra Barat pada tanggal 10 Pebruari 1899 dan wafat pada tanggal 16 Januari 1982. Beliau termasuk tokoh pendidikan islam Indonesia yang gigih memperjuangkan masuknya pendidikan agama ke sekolah umum dan ikut berusaha memperjuangkan berdirinya Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN).
2.      Pemikiran Pendidikan Islam Mahmud Yunus
Usaha yang dilakukan Mahmud Yunus di bidang pendidikan setelah kembali ke Indonesia yaitu memperbaruai madrasah yang pernah dipimpinnya di sungayang yang bernama al-Jami’ah al-Islamiyah, dengan mendirikan sekolah yang kurikulumnya memadukan ilmu agama dan ilmu umum yaitu Normal Islam. Madrasah ini yang pertama kali memiliki Laboratorium ilmu fisika dan kimia di Sumatra Barat. Pembaruan di diutamakan pada metode mengajar bahasa arab.
Mahmud Yunus memilki komitmen dan perhatian yang besar terhadap upaya membangun, meningkatkan dan mengembangkan pendidikan agama islam, Diantara gagasan dan pemikirannya adalah:
a.       Dari segi tujuan pendidikan islam, hendaknya lulusan pendidikan islam mutunya lebih baik dan mampu bersaing dengan lulusan sekolah yang sudah maju.
b.      Dari segi kurikulum, beliau menawarkan pengajaran bahasa arab yang integrated antara satu cabang dengan cabang lainnya dalam ilmu bahasa arab.
c.       Dalam bidang kelembagaan, perlu mengubah sistem yang bercorak individual kepada sistem pengajaran klasikal.
d.      Dari segi metode pengajaran, hendaknya cara mengajarkan agama sesuai dengan tingkat usia dan jenjang pendidikan dengan menggunakan metode yang bervariasi.[4][4]
D.    Abdurrahman Wahid








1.      Biografi Abdurrahman Wahid
Abdurrahman Wahid atau lebih dikenal dengan Gusdur merupakan salah satu tokoh pendidikan. Beliau lahir di Denanyar Jombang Jawa Timur pada tanggal 4 agustus 1940. Menurut sekilas riwayat hidupnya, Gusdur berasal dari keturunan darah biru. Ia putra dari KH. Wahid Hasyim (putranya KH. Hasyim Asy’ari) pendiri dan pelopor jami’iyah Nahdatul Ulama dan pesantren Tebuireng. Ibunya, Ny. Hj. Sholehah putri dari KH. Bisri Samsuri seorang pendiri pesantren Denanyar Jombang. Kakek dari pihak ibunya juga merupakan tokoh NU, yang jadi rais ‘aam PBNU setelah KH. Wahid Hasbullah. Dengan demikian, Gusdur merupakan cucu dari tokoh NU sekaligus dua tokoh bangsa Indonesia tahun 1949.
2.      Sepak terjang politik dan pendidikan
Pada awal  1980-an, Gus Dur terjun mengurus Nahdlatul Ulama (NU) setelah tiga kali ditawarin oleh kakeknya. Dalam beberapa tahun, Gus Dur berhasil mereformasi tubuh NU sehingga membuat namanya semakin populer di kalangan NU. Pada Musyawarah Nasional 1984, Gus Dur didaulat sebagai Ketua Umum NU. Selama masa jabatan pertamanya, Gus Dur fokus dalam mereformasi sistem pendidikan pesantren dan berhasil meningkatkan kualitas sistem pendidikan pesantren sehingga dapat menandingi sekolah secular. Selama memimpin organisasi massa NU, Gus Dur dikenal kritis terhadap pemerintahan Soeharto. 
Beliau merupakan seorang pemikir liberal, seorang pemimpin organisasi Islam berbasis tradisi terbesar. Sebagai seorang cendikiawan inovatif yang memeragakan professional biasa atau intelektual, dia memimpin suatu organisasi ulama, yaitu Nahdhatul Ulama ( Kebangkitan para Ulama ), yang didirikan pada tahun 1926 untuk membela kepentingan Islam dan melawan ancaman modernisasi. NU pernah berfungsi sebagai gerakan sosio-religius dan partai polotik. Tetapi tahun 1984 dalam Muktamar ke-27 di Situbondo, Abdurrahman Wahid terpilih sebagai ketua NU dengan tim baru yang terdiri dari para pemimpin  muda, dan membuat titik balik dalam sejarah NU.    Di antara konsep pembaharuan yang dilakukan oleh Abdurrahman Wahid ialah konsep pesantren, kebebasan berpikir, multicultural pendidikan dan pemikiran liberal terhadap budaya atau konsep barat tanpa filter.






















BAB III
KESIMPULAN DAN PENUTUP
A.    Kesimpulan
Bahwa dalam mengenal tokoh-tokoh pendidikan islam di Indonesia, maka kita akan mengenal beberapa nama tokoh yang terkenal. Diantara  para tokoh tersebut, sangat andil besar dalam memperbaharui konsep dan sistem pendidikan di Indonesia khususnya mengenai pendidikan Islam. Diantara mereka, ada yang merubah atau mengabungkan konsep pendidikan Kolonial Belanda (modern) dengan konsep pendidikan pesantren (tradisional), dimana menambahkan mata pelajaran yang tidak hanya pelajaran agama saja, tetapi juga mata pelajaran umum.
Para tokoh juga memberi dobrakan dengan mendirikan berbagai yayasan atau lembaga pendidikan, seperti pesantren, madrasah, sekolah dan bahkan partai politik. Mereka, para tokoh diantaranya adalah: Ahmad Dahlan, Hasyim Asy’ari,  Mahmud Yunus dan Abdurahman Wahid (Gus Dur). Intinya, semua menjadi pengaruh besar perkembangan pendidikan islam di Indonesia.
B.     Penutup
Sekian makalah yang dapat kami buat, kami sangat menyadari keterbatasan kami sebagai manusia yang tentunya berpengaruh pada hasil karya kami. Oleh karena itu, apabila karya kami ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, kami mohon maaf yang seikhlasnya kepada segenap pembaca. Semoga makalah kami ini bermanfaat serta dapat menambah wawasan para pembaca dan kami juga berharap makalah ini dapat diterima sebagai pemenuhan nilai tugas dan pembelajaran. Terima kasih atas perhatian dan partisipasinya.

Wassalamualaikum Wr.Wb.


























DAFTAR PUSTAKA
Esposito, John L dkk.Tokoh Tokoh Gerakan Islam Kontemporer.2002.Jakarta:Murai Kencana.
Mutiara.Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia.1995.tt:Sumber Widya.
Nata, Abuddin.Tokoh-tokoh Pembaharu Pendidikan Islam Indonesia.2005.Jakarta:PT Rajagrafindo Persada.
Nizar, Samsul. Filsafat Pendidikan Islam.2002.Jakarta:Ciputat Pers.
Sucipto, Herry.K.H Ahmad Dahlan Sang Pencerah Pendidikan Dan Pendiri Muhammadiyah.2010.Jakarta:Best Media Utama.
Zuhairini dkk.Sejarah Pendidikan Islam.1986.Jakarta: Proyek Pembinaan Prasarana Dan Sarana PTAI.





[1][1] Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta:Logos, 1997), hlm. 206-208.

[2][2] Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta:Ciputat Pers, 2002), hlm. 100-168.
[3][3] Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam,(Jakarta:Bumi Aksara, 1992), hlm. 202-203.

[4][4] Abuddin Nata, Tokoh-tokoh Pembaharu Pendidikan Islam Indonesia, (Jakarta:PT Rajagrafindo Persada, 2005), hlm. 57-70.